Ketakutan dan kekhawatiran yang hebat dalam menghadapi persoalan yang menekan kehidupan ini bisa membuat orang menjadi ragu-ragu bahkan tidak memercayai lagi kuasa dan kasih Tuhan. Dalam keadaan yang demikian, kita sering berkata kepada diri sendiri, dan mungkin juga kepada orang lain, "Kalau Tuhan memang Maha Kuasa dan Maha Pengasih, seharusnya Dia mampu menghindarkan diriku dari keadaan ini! Tetapi, kenapa Ia tidak melakukannya? Jangan-jangan Tuhan sebenarnya memang tidak mampu dan tidak berkuasa mengendalikan serta mengubah segala sesuatu dalam kehidupan ini? Apa gunanya masih berpegang dan berharap kepada-Nya?"
Kalaupun tidak meragukan dan kehilangan kepercayaan kepada Tuhan, ia bisa menjadi kecewa bahkan marah kepada Tuhan karena merasa bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil kepadanya. "Mengapa Tuhan begitu tidak peduli kepadaku dan membiarkan aku mengalami keadaan seperti ini, sedang orang lain tidak? Apa kekuranganku dan apa salahku?"
Perasaan ragu dan tidak percaya pada kuasa dan kasih Tuhan lagi, maupun kekecewaan dan kemarahan karena merasa tidak dipedulikan dan diperlakukan tidak adil oleh Tuhan, sangat berbahaya bagi kehidupan iman orang percaya. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan orang beriman menjadi goyah bahkan meninggalkan imannya. Karena tidak percaya, kecewa, dan bahkan marah kepada Tuhan, dalam upaya mengatasi dan memecahkan persolannya, orang lalu menjadi tidak peduli lagi kepada Tuhan ataupun hukum-hukum-Nya. Manusia juga berusaha mencari tuhan dan penyelamat yang lain, yang dianggap bisa lebih dipercaya dan diandalkan, serta menempuh jalannya sendiri.
Keadaan seperti itulah yang dialami oleh umat Tuhan seperti dinyatakan oleh Nabi Yesaya dalam pemberitaannya. Waktu itu umat Tuhan sedang mengalami hidup penuh penderitaan di Babel, tanah pembuangan, sebagai rakyat jajahan yang kalah perang dan kemudian ditawan atau dipindahkan dengan paksa ke negeri bangsa yang mengalahkannya itu.
Di sana mereka benar-benar telah kehilangan segala-galanya. Sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat, mereka telah kehilangan
eksistensi, kehormatan, dan harga dirinya. Di tanah pembuangan itu
mereka diperlakukan sebagai budak, didiskriminasi, dihilangkan hak-
hak kemanusiaannya, dan harus melayani kehendak bangsa lain yang
menguasainya itu. Padahal, mereka menganggap dan percaya bahwa
dirinya adalah umat pilihan Allah sendiri. Oleh sebab itu, mereka
mulai meragukan Tuhan dan bahkan kehilangan kepercayaannya sehingga
berucap, "Hidupku tersembunyi dari Tuhan, dan hakku tidak
diperhatikan Allahku" (
Dalam situasi yang penuh penderitaan dan tekanan itu, Nabi Yesaya
diutus Tuhan untuk menyalakan harapan dalam hati mereka. Nabi Yesaya
menyampaikan berita mengenai janji Allah untuk menyelamatkan umat-
Nya. Melalui pemberitaan Nabi Yesaya, Tuhan hendak mengingatkan
kembali umat-Nya yang sedang menderita, terpuruk, dan kehilangan
harapan, bahwa "Tuhan adalah Allah yang kekal, yang menciptakan
langit dan bumi, yang tidak pernah menjadi lelah dan lesu, dan yang
berkenan memberikan kekuatan kembali kepada yang lelah serta
menambah semangat kepada yang tidak berdaya (
"Orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru,"
kata Yesaya, "mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan
kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka
berjalan dan tidak menjadi lelah" (
Dalam hal ini, kita perlu benar-benar menyadari bahwa kunci keselamatan itu terletak pada kesetiaan akan pengharapan yang hanya digantungkan kepada Tuhan saja! Atau dengan kata lain, kunci keselamatan itu terletak dalam iman kepada Tuhan yang tak tergoyahkan, meski menghadapi berbagai kesulitan dan penderitaan. Selama ada iman, di situ pula keselamatan akan tetap ada. Inilah rahasia dan keajaiban iman yang harus diyakini dan dipertahankan oleh orang yang mengaku percaya kepada Allah!
Saat ini kita telah memasuki Masa Raya Natal. Semoga konsentrasi kita dalam memperingati kelahiran Kristus itu akan sungguh-sungguh dapat memelihara dan memperbesar nyala iman dan pengharapan kita kepada-Nya, meski di tengah berbagai tantangan, persoalan, dan kesulitan yang membayang-bayangi kita sebagai pengikut Kristus, baik sebagai pribadi, maupun sebagai gereja.
Marilah kita menjadikan Masa Raya Natal ini sebagai suatu masa penggenapan dari penantian kita akan kepedulian Tuhan, di mana kita benar-benar mengharapkan dan menanti-nantikan campur tangan dan kedatangan-Nya. Meskipun harus berlari, kita tidak akan lesu dan meskipun kita harus berjalan, kita tidak akan lelah. "Orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru."
Selamat Hari Natal, Imanuel, Tuhan Beserta kita!
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK