Kata lain dari perceraian adalah pemutusan atau pemotongan, seperti pada kata amputasi. Maknanya tidak jauh berbeda. Selalu ada rasa sakit, yang semakin sakit bila sebuah keluarga (saya memakai istilah ini secara luas) mengalami perpecahan.
Entah perpecahan itu terjadi dalam pernikahan, hubungan orang tua dan anak, gereja, masyarakat, atau negara, dinamikanya hampir selalu sama. Saat sebuah hubungan dibangun dengan sungguh-sungguh, dengan saling memberi dan menerima janji serta kepercayaan, tiba-tiba terjadilah pengkhianatan atau kekecewaan, kebisuan, kesalahpahaman, kecurigaan, dan impian yang hancur yang menggoncangkan fondasi dan merobohkan dinding.
Yesus berbicara sangat keras mengenai perceraian karena Dia tahu akibatnya. Dia datang untuk mendamaikan dua pihak yang terlibat dalam perceraian terbesar. Ketika manusia memutuskan untuk keluar dari keluarga Allah dengan berbuat dosa, bagian dari diri Allah yang tersayat dan luka terbuka itu terlihat pada tangan dan kaki Kristus.
Kita tidak dipanggil untuk menghakimi orang lain, namun sebagai orang Kristen kita dipanggil untuk mengasihi orang lain dengan anugerah dan belas kasihan seperti yang kita terima dari Allah. Mungkin kita tidak selalu dapat menjawab pertanyaan dari mereka yang terluka, namun kita dapat berusaha agar hadirat Tuhan yang memulihkan nyata dalam perbuatan dan perkataan kita.
REFLEKSI UNTUK SELURUH ANGGOTA KELUARGA/KELAS GSMTak seorang pun berencana untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan perceraian. Pada kenyataannya, orang tidak menghendaki hal ini terjadi. Tentu saja anak-anak menjadi takut dan bingung ketika orang tua mereka memutuskan untuk bercerai. Terkadang anak-anak mengira merekalah yang bersalah sebab mereka sering membuat gaduh, tidak merapikan rumah, atau lupa membuang sampah. Tetapi itu semua tidak benar. Orang tua memutuskan untuk bercerai karena diri mereka sendiri. Memang menyedihkan, tetapi sama sekali bukan karena anak- anak!
Allah tahu persis bagaimana rasanya mengalami perceraian. Ketika Allah menciptakan manusia, Dia ingin kita hidup bersama dengan-Nya, saling mengasihi dan selalu bahagia, tetapi bukan demikian yang terjadi. Namun, Allah tidak pernah menyerah begitu saja. Dia bahkan mengirim Anak-Nya sendiri, Yesus, untuk membawa kita kembali pada- Nya.
Hari 1: Adam dan Hawa Mengkhianati Kepercayaan Allah
(
Hari 2: Ketidaktaatan Ratu Wasti (
Hari 3: Setialah (
Hari 4: Ajaran tentang Perceraian (
Hari 5: Seorang Perempuan Kedapatan Berbuat Zinah (
Perzinahan dan pelanggaran susila merupakan perkecualian terhadap
perceraian yang Yesus nyatakan. Hal ini membuat tindakan Yesus
tampak semakin menarik perhatian. Lihat
Hari 6: Kekudusan Pernikahan (
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK