"Ceritanya menarik sekali!"
"Wah ... ceritanya benar-benar membosankan"
"Ehmm ... apa ya ceritanya tadi?"
"Ceritanya bagus sih ... tapi, maksudnya apa saya tidak tahu"
"Yaah .. kalau itu sih saya sudah tahu ceritanya ..."
Berbagai komentar anak di atas tentulah sudah tidak asing bagi para
guru Sekolah Minggu. Cerita, di satu sisi, dapat memikat perhatian
anak, tapi sebaliknya, cerita juga dapat menjauhkan perhatian anak
dari guru yang bercerita. Oleh karena itu seorang guru harus
benar-benar mempersiapkan diri dengan baik sebelum memberanikan
diri bercerita di depan anak-anak. Sedikitnya ada 3 hal penting yang
perlu mendapat perhatian, yaitu:
A. Orang Yang Bercerita
Penampilan
Meskipun bukan yang utama, penampilan tetap harus dijaga. Guru
harus tampak rapi, bersih, mengenakan baju yang pantas dan
membuatnya merasa nyaman serta mudah bergerak, bersikap wajar dan
rileks.
Gerakan Tubuh
Gerakan tubuh harus dijaga supaya tidak mengalihkan perhatian
anak dari fokus cerita. Beberapa orang memiliki kecenderungan
melakukan gerakan-gerakan yang "mengganggu" tanpa disadarinya,
seperti: memasukkan tangan ke dalam saku celana, menggaruk-garuk
kepala, pandangan selalu ke atas, dsb. Guru sebaiknya memang
bergerak selama menyampaikan cerita, asal tidak berlebihan
sehingga malah membingungkan anak karena harus menoleh dan
memutar kepalanya.
Ekspresi
Idealnya pandangan mata mengarah pada mata murid, asal jangan
menatap dengan terlalu tajam atau melihat pada murid-murid
tertentu saja. Dalam bercerita, gunakanlah ekspresi muka (takut,
marah, benci, senang). Ubahlah tekanan suara (berat, ringan),
kecepatan suara (cepat, lambat), dan volume suara (keras, kecil),
serta bentuk suara (gagap, serak). Perhatikan setiap jeda
kalimat.
Pilihan Kata
Pilihan kata harus tepat, dan di sinilah letak pentingnya
persiapan yang matang. Dalam bercerita kepada anak pilihlah
kata-kata dan pakailah bahasa yang sederhana menurut tingkatan
pemahaman mereka. Hindari istilah yang sulit, kecuali istilah
tersebut memang merupakan bagian penting dalam cerita, misalnya:
akan menjelaskan mengenai sinagoge.
Arahkan setiap komentar dan pertanyaan agar tujuan pengajaran dapat
disampaikan serta hindarilah cerita yang panjang lebar. Buatlah
agar cerita yang disampaikan seringkas mungkin, untuk menjaga
konsentrasi dan perhatian anak-anak, selain itu setelah cerita
berakhir masih ada waktu untuk diskusi.
B. Keseluruhan Cerita
Pendahuluan
Bagian ini sangat menentukan keberhasilan seluruh cerita anda,
karena merupakan momen penting untuk mengikat perhatian anak.
Pendahuluan harus dibuat semenarik mungkin sehingga menimbulkan
rasa ingin tahu anak. Kalimat pendahuluan dengan menanyakan,
"Siapa yang masih ingat cerita minggu lalu?" sepertinya bukan
ide yang baik.
Perubahan
Meskipun telah dipersiapkan dengan matang, tidak menutup
kemungkinan akan terjadi perubahan saat anda menyampaikan cerita,
misalnya, ada anak yang memotong cerita anda dengan pertanyaan,
ada anak yang menangis, ada anak yang berkelahi, dsb. Di sini
anda dituntut untuk "menyelamatkan situasi" dengan berbagai cara,
termasuk dengan menggunakan situasi yang sedang berkembang
sebagai bahan cerita.
Fokus
Hindarilah menyisipkan ajaran moral lain di tengah-tengah cerita,
selain akan mengaburkan cerita utama, hadirnya "pesan sponsor"
tersebut akan membuat cerita utama kehilangan daya tariknya.
Penutup
Cerita harus diakhiri dengan situasi yang membuat anak menahan
napas serta menanti-nantikannya. Begitu sampai pada klimaks,
segeralah akhiri, karena bila terlau pamnjang lebar, anak-anak
biasanya akan merasa jenuh dan letih. Berikan kesan yang mendalam
pada anak saat anda menyampaikan penutup karena inilah bagian
penting yang perlu anda tekankan pada mereka.
C. Pengaturan Tempat Dan Suasana
Cerita dapat disampaikan dengan duduk mengelilingi meja, di atas
lantai/tikar, atau berkerumun di dekat api unggun. Yang penting
pastikan bahwa anak-anak merasa nyaman sebelum cerita dimulai dan
bahwa setiap anak memiliki pandangan yang jelas (tidak terhalang)
pada guru yang akan menyampaikan cerita.
Pendengar anak-anak cenderung untuk mendekat pada orang yang
bercerita selama cerita berlangsung, khususnya jika ada alat bantu
yang menarik, seperti: orang-orangan, boneka maupun wayang. Jadi,
buatlah aturan tertentu sebelum cerita disampaikan.
Hubungan yang akrab dapat dibangun antara guru dan anak-anak dengan
kontak mata dan interaksi. Untuk memelihara hubungan ini usahakan
kelas terdiri dari sekelompok kecil anak, dan anak yang memiliki
fisik paling kecil dapat duduk di bagian depan.
Bila cerita harus disampaikan dalam kelompok besar, maka posisikan
guru-guru yang lain untuk duduk di tengah anak-anak, supaya dapat
menjaga dan memberikan contoh pada anak bagaimana sikap mendengarkan
yang baik.
Jika anda memikirkan kemungkinan terjadinya pengalihan perhatian
anak, misalnya oleh anak-anak lain yang berkeliaran di lokasi
cerita, rencanakan agar setiap anak membawa sesuatu sepanjang anda
bercerita. Misalnya untuk cerita "domba yang hilang", anda dapat
memberikan masing-masing anak stiker bergambar domba untuk
direkatkan di tengah cerita. Gunakan gerakan tangan, nyanyian atau
tanda yang sama sebagai tanda dimulainya cerita atau sebagai usaha
menarik kembali perhatian anak pada anda.
Pada akhirnya, selain berbagai usaha di atas, banyak berlatih juga
turut membantu "keberhasilan" anda bercerita. Latihan bercerita di
depan cermin akan sangat membantu, terutama bagi para guru yang
baru memasuki dunia pelayanan anak. Anda juga dapat merekam suara
(audio) atau penampilan anda (audio visual) untuk kemudian
didengarkan dan atau dilihat kembali guna melihat kekurangan serta
melakukan perbaikan.