Waktu Tuhan Yesus sudah dekat. Sebentar lagi hidup-Nya di dunia ini akan berakhir. Dan akan berakhir pula perjanjian Tuhan Allah dengan bangsa Yahudi itu, karena mereka membuang Juruselamat dan membunuh- Nya.
Akan tetapi, tibalah suatu zaman baru yang amat berbahagia, yang sudah lama dijanjikan itu. Suatu bangsa atau umat yang baru akan dibentuk di dunia ini, suatu umat yang mengambil nama dari Yesus Kristus. Dan bangsa yang baru itu akan merayakan pesta Paskah juga, namun berbeda dengan Paskah yang biasa diperingati di Israel.
Bangsa itu akan juga memperingati kebebasannya, akan tetapi bukan dari tanah Mesir, melainkan dari kuasa dosa serta maut.
Bebas bukan karena darah seekor domba, melainkan oleh darah Domba yang sebenarnya, Domba Tuhan Allah, Kristus Yesus, yang disalibkan karena dosa manusia.
Bangsa Allah yang baru itu perlu senantiasa mengingat hal itu. Bahwa Tuhan Yesus mati karena mereka itu. Bahwa Tuhan Allah sudi mengampuni dosa-dosanya, karena Dialah yang memikul dosanya itu.
Itulah maksud Tuhan Yesus menetapkan Perjamuan Suci. Murid-murid-Nya merasa bahwa suasana sekarang lain sekali. Seakan-akan ada yang luar biasa yang akan terjadi.
Tengoklah, Gurunya terharu. Gerak-gerik-Nya tegas, tetapi perlahan- lahan. Cara memecah-mecah roti serta memberkatinya, semuanya penuh perasaan.
Sengaja dipecahkan-Nya roti itu dimuka murid-murid-Nya, supaya mereka dapat melihat dengan jelas sekali. Begitulah hidup-Nya akan dipatahkan juga untuk mereka itu.
Kemudian dibagi-bagi-Nya satu orang dengan satu pecahan roti, lalu berkata, "Ambillah dan makanlah, bahwa inilah tubuh-Ku, yang dipatahkan karena kamu. Buatlah itu sebagai peringatan akan Aku."
Kemudian diambil-Nya cawan yang diisi dengan anggur yang merah dan diberkati-Nya. Cawan itu diedarkan kepada murid-murid-Nya dan Ia berkata, "Cawan ini perjanjian baru dalam darah-Ku, yang ditumpahkan untuk kamu dan banyak lagi manusia. Buatlah itu tiap kali akan memperingati Aku."
Murid-murid-Nya menurut dengan hormatnya. Rotinya dimakan, anggurnya diminum. Mereka belum dapat mengerti, apa maksud Tuhan Yesus. Akan tetapi, hati mereka penuh rasa kasih sayang terhadap-Nya.
Sejak Perjamuan Suci itu, dan roti itu dipecahkan, mereka akan mengingat, bagaimana hidup Tuhan Yesus dipatahkan untuk mereka itu. Bila mereka melihat anggur dituangkan ke dalam cawan itu, tahulah mereka bahwa darah Tuhan Yesus begitu juga mengalir untuknya.
Sesudah mereka mengadakan Perjamuan Suci itu. Tuhan Yesus sendiri sekali lagi meyakinkan bahwa Ia akan tetap mencintai mereka itu dan bahwa untuk dosa mereka juga Ia disalibkan.
Akan tetapi, segala hal itu belum jelas bagi para murid. Mereka belum dapat mengerti bahwa Tuhan Yesus akan pergi dari mereka. Meskipun dikatakan-Nya terang-terangan, mereka belum juga dapat menerimanya. Semua tak masuk akal.
Kata-kata-Nya berlainan sekali, amat menggemparkan hati mereka itu. Pada ketika itu mereka merasa, betapa besar rasa kasih sayang mereka terhadap-Nya! Belum pernah mereka sadar, betapa cintanya kepada Gurunya itu! Tetapi ketika itulah, Tuhan Yesus berkata bahwa mereka akan meninggalkan-Nya bahwa mereka tidak akan setia kepada-Nya.
Dengarlah, hati-Nya sedih waktu Ia berkata, "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea."
Kata yang diucapkan belakangan ini hampir-hampir tak mereka dengar lagi. Akan tergoncang iman karena Dia? Akan meninggalkan Dia? Mereka menggeleng-gelengkan kepalanya. Mana boleh?
Mereka yakin akan tinggal di samping-Nya sampai detik yang terakhir. Mereka akan setia sampai mati...!
Apalagi Petrus! Ia tersinggung. Tuhan Yesus berani mengatakan itu! Dengan semangatnya yang meluap-luap, ia berseru sekuat-kuatnya dan kata ini keluar dari hati yang ikhlas. "Biar mereka semua meninggalkan Tuhan Yesus, aku tak kunjung meninggalkan Tuhan!"
Belum diketahuinya betapa besar perjuangannya, kalau setan sendiri akan menyerangnya. Bahwa serangannya amat dasyat bahwa manusia tak dapat melawan iblis yang amat cerdik tetapi jahat itu.
Akan tetapi Tuhan Yesus sadar akan hal itu. Dengan sabar diperingatkan-Nya dia "Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur."
Tetapi Petrus belum mau menyerah juga. Rasanya ia sanggup melawan setan. Ia berkata, "Tuhan, aku malah bersedia turut masuk dipenjara dan turut mati. Aku rela memberikan hidupku kepada-Mu."
Tetapi Tuhan Yesus menggelengkan kepala-Nya. Ia bertanya, "Kau akan mengorbankan hidupmu untuk Aku? Sesungguhnya Aku berkata, sebelum ayam berkokok untuk kedua kalinya, sudah kausangkal Aku tiga kali."
Ah ... murid-murid itu tak percaya. Menyangkal Tuhan Yesus? Petrus menggelengkan kepalanya. Ia akan menyangkal bahwa ia murid Tuhan Yesus? Lebih baik ia mati.
Masih banyak yang dikatakan Tuhan Yesus pada malam itu. Kata perpisahan.
Murid-murid itu sekarang mulai sadar bahwa sebentar lagi mereka akan berpisah. Hati mereka berdebar-debar dan terharu. Dalam hatinya mereka merintih-rintih, "Ya, Tuhan, apakah Kau benar-benar akan meninggalkan kami?"
Tuhan Yesus pun terharu melihat murid-murid-Nya. Diterangkan-Nya, bahwa itu perlu. Dihiburkan-Nya hati mereka, kata-Nya, "Aku akan menyediakan tempat untukmu dalam Rumah Bapa. Karena itu Aku harus lebih dulu pergi. Di sana kamu akan tinggal untuk selamanya disamping-Ku."
Bila Ia pergi, tak akan dibiarkan-Nya mereka begitu saja. Ia akan berdoa kepada Bapa-Nya di surga, dan Bapa itu akan menyuruh Roh Kudus ke dalam hati mereka semua. Roh Kudus itu akan menghibur hati mereka, memimpin mereka, dan tetap tinggal di samping mereka.
Ketika mereka berniat akan bangun dari bangkunya, Tuhan Yesus duduk terus, belum dapat berpisah juga. Masih banyak yang akan dikatakan- Nya.
Ia ingin sekali supaya mereka senantiasa mengingat Tuhan Yesus, terus memikirkan-Nya, bahkan Ia harus menjadi darah daging bagi mereka. Dan Tuhan Yesus pun akan senantiasa mengingat mereka. Mereka harus menjadi satu dengan Tuhannya, seperti sebuah dahan satu dengan pokoknya, atau sebuah carang menjadi satu dengan pokok anggurnya.
Jangan seperti Yudas. Dari luar ia kelihatan seperti murid Tuhan Yesus, tetapi sebenarnya ia tidak terikat oleh rasa kasih kepada Dia. Karena itu ia terus dipotongkan, ibarat dahan yang sudah layu dipatahkan. Yesus menceritakan sebuah perumpamaan, "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Ku tukang kebunnya. Tiap carang yang tak berbuah dipotong-Nya dan tiap-tiap carang yang berbuah disucikan- Nya supaya bertambah buahnya. Karena itu tinggallah dalam Aku dan Aku tinggal dalam kamu. Seperti carang tak mungkin berbuah sendiri, kalau tak tinggal dalam batang pokok anggurnya, begitu pun kamu tak dapat berbuah kalau tidak tinggal dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamu carang-carangnya. Yang tinggal dalam Aku dan Aku pun di dalam dia, ia akan berbuah banyak. Karena kamu tak dapat berbuat apa pun juga, jika Aku tak menyertaimu."
Sesudah Tuhan Yesus selesai berbicara, Ia menengadah ke atas dan berdoa dengan murid-murid-Nya.
Seperti seorang Imam Besar di Israel yang membawa nama segala suku bangsa dalam hatinya bila ia masuk ke dalam ruang mahasuci, Ia pun membawa seluruh umat Allah yang baru dalam hati-Nya ke hadirat Tuhan Allah, karena Dialah Imam Besar yang benar. Ia berdoa untuk murid- murid-Nya juga untuk Dia sendiri serta untuk pekerjaan-Nya. Dalam doa-Nya Ia juga ingat kepada mereka yang akan percaya, karena mendengarkan pekabaran Injil yang dilakukan oleh murid-murid itu. Untuk manusia yang berjuta-juta itu Ia akan mati, supaya semuanya masuk ke dalam sorga beserta Dia.
Dengan penuh hormat dan ketekunan terdengarlah suara-Nya dalam ruangan yang sunyi itu, "Ya Bapa, aku ingin, supaya orang yang telah Engkau serahkan kepada-Ku itu ada bersama dengan Aku di mana Aku ada, supaya mereka itu kelak melihat kemuliaan-Ku yang telah Engkau karuniakan kepada-Ku, karena Engkau sudah mengasihi Aku sebelum dunia ini ada."
Dalam doa keimanan-Nya itu Tuhan Yesus tidak melupakan seorang pun dari kita.
Kemudian mereka menyanyikan lagu pujian. Suara Murid-murid yang masih gemetar karena terharu itu ditutupi oleh suara Guru mereka yang nyaring dan jernih.
Sekali lagi, untuk penghabisan, cawan minuman itu diedarkan, kemudian Yesus bangkit dan mendahului mereka keluar dari ruangan itu menuju malam gelap. Murid-murid itu mengikuti-Nya, serba ragu-ragu dan penuh rasa cemas, dan melirik ke kiri dan ke kanan. Bulan bersinar tinggi di langit.
Tetapi dengan tenang Yesus berjalan terus keluar pintu gerbang kota itu, melalui jembatan sungai Kidron, dan mendaki ke bukit Zaitun. Di atas sana, di lereng bukit itu ada sebidang kebun zaitun, Getsemani, sering Ia pergi ke sana untuk menyendiri dan berdoa.
Langkah mereka menuju ke arah sana. Waktu Tuhan Yesus sudah sangat dekat.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK