Banyak orang tua yang mengerahkan seluruh energi anak-anaknya untuk mengikuti kelas/kursus musik dan komputer, tetapi mereka mengabaikan ajaran keagamaan/iman.
"Allah mengasihi kita semua, apa pun warna kulit kita," kata seorang ibu di kota New York.
Anak-anak mungkin menanyakan banyak pertanyaan tentang Allah.
"Apa warna rambut Allah?"
"Bila Allah ada di sini bersama kita, mana Dia?"
Orang tua dan anak-anak mereka mengenal Allah, menikmati doa, dan ketentuan/standar benar dan salah. Tetapi bagaimana kita bisa menolong anak-anak ini memahami konsep tentang Tuhan bila konsep itu didasarkan pada kepercayaan -- dan bukan pada bukti ilmiah?
Bahkan bila orang tua bisa dengan mudahnya berdiskusi dengan anak-anak mereka tentang sekolah atau topik-topik lain, orang tua bisa saja tidak bisa berbuat apa-apa bila mendiskusikan sesuatu yang seabstrak Tuhan. Meskipun demikian, berdiskusi tentang Tuhan bisa menjadi cara yang terbaik untuk memenuhi beberapa kebutuhan terbesar dari anak.
"Adalah penting untuk mengenalkan Tuhan sebagai cara untuk menjelaskan hal-hal yang ada di dunia ini" -- keindahan alam, kelahiran seorang bayi, kematian seorang teman. Dengan penjelasan yang demikian, timbullah suatu kerinduan yang sangat dalam pada jiwa anak. Kekaguman dan misteri.
Mengenalkan Allah juga bisa membantu membuat anak merasa aman. "Karena Allah selalu ada dan tidak pernah berubah, Ia bisa memberi anak-anak suatu "jangkar", suatu arah moral, di dunia di mana segala sesuatunya selalu berubah."
Bagi beberapa anak, yang menjadi masalah adalah bahwa orang tua mereka mengerahkan seluruh energi mereka untuk segala hal, mulai dari kelas musik hingga kursus komputer, tetapi mengabaikan pelajaran iman. Orang tua yang seperti ini lupa bahwa apa yang mereka katakan dan yang mereka lakukan -- atau yang tidak mereka katakan dan lakukan -- memberi dampak yang terus-menerus pada anak-anak mereka.
Cara terbaik untuk membangun kehidupan rohani adalah dengan mengenalkan Allah secara terbuka dan senyaman mungkin. Beberapa ahli setuju bahwa aturan umumnya adalah membiarkan anak-anak memimpin percakapan, kemudian ikuti dengan pertanyaan, pandangan, dan ide-ide Anda sendiri.
Ada seorang anak yang bertanya mengapa ia tidak bisa melihat Allah. Lalu ibunya mengatakan, "Karena Allah itu seperti angin. Kita tidak bisa melihat-Nya, tetapi kita bisa merasakannya. Allah ada dalam hati kita bila kita saling mengasihi."
Dengan mengetahui terlebih dahulu apa yang Anda harapkan dari anak-anak saat mereka membangun suatu pemahaman tentang Tuhan, mungkin akan membantu Anda membangun rasa percaya diri untuk mengenalkan Tuhan kepada mereka. Berikut tahap-tahap pertumbuhan rohani seorang anak dan beberapa tips bagaimana mengenalkan Allah kepada mereka.
Anak usia 1 -- 3 tahun.
Meskipun anak-anak batita jelas masih terlalu muda untuk menangkap konsep spiritual yang abstrak, mereka tidak terlalu muda untuk meminta persiapan untuk mengenal Tuhan di masa yang akan datang. "Yang penting adalah mulai menambah kosa kata," kata Pendeta David Wolpe, penulis buku "Teaching Your Children About God". Mengajarkan kata-kata seperti "Alkitab", "Taurat", "Allah", "Yesus", "Kudus", dan "Suci" tergantung pada iman Anda. "Jika Anda tidak bisa membuat anak-anak merasa nyaman dengan kata-kata ini, Anda tidak memiliki dasar untuk membangun konsep yang lebih besar di masa yang akan datang."
Anda juga harus meletakkan dasar untuk kasih dan pemeliharaan Allah, yang menurut Anne Weatherholt merupakan hal yang terpenting untuk menyampaikan konsep tentang Allah kepada anak-anak seusia ini. Saat kedua anak laki-lakinya berusia batita, Weatherholt menunjukkan kepada mereka jendela kaca berwarna di gerejanya dan menunjuk gambar Yesus yang memegang seekor domba. "Allah mengasihimu sama seperti Ia mengasihi domba itu," katanya kepada anak-anaknya. Pada tingkat sederhana ini, ia berharap jendela itu menjadi gambar yang bagi anak-anaknya mampu menunjukkan kedekatan dan perhatian Allah kepada mereka.
Anak usia 3 -- 5 tahun.
Dimulai dari anak-anak usia prasekolah (dan dilanjutkan sampai anak-anak Anda bertumbuh), Kushner mengatakan bahwa pertanyaan salah yang ditanyakan adalah: "Bagaimana saya meyakinkan anak-anak saya supaya mereka mau percaya kepada Allah?" Pertanyaan yang tepat adalah: "Bagaimana saya bisa menunjukkan kepada mereka bahwa Allah ada dalam hidup mereka?" Anda bisa melakukan ini dengan mengenalkan Allah saat anak-anak berada dalam kondisi yang terdekat dengan konsep ini, saat mereka tiba-tiba merasakan sukacita, saat mereka kagum, atau saat mereka mengkhawatirkan sesuatu.
Segera setelah kakeknya meninggal, seorang anak yang berusia lima tahun mendatangi Weatherholt saat mengikuti sekolah minggu dan bertanya pada kakeknya, "Apakah ia sekarang sedang mengendarai mobil menuju ke surga? Apakah ia juga merawat Fluffy (anjing dari kakeknya itu juga meninggal setahun sebelumnya)?" Menyadari bahwa anak-anak pada umumnya perlu diyakinkan, Weatherholt bertanya, "Menurutmu bagaimana?" Anak-anak memunyai gambaran bahwa Allah telah memberi sebuah mobil untuk kakeknya, yang sedang membawa kakeknya berjalan-jalan di awan-awan dengan Fluffy. Weatherholt menyetujui hal itu.
Anak-anak usia 3 -- 5 tahun menggambarkan Allah sebagai seseorang yang memberi mobil, yang memunyai binatang peliharaan, yang bisa bermain piano, dan melihat semuanya -- seseorang antara orang tua yang ada di surga dan Sinterklas. Persepsi seperti ini membawa pada pertanyaan: Apakah Allah tidur? Ke mana Dia pergi berlibur? Kendaraan apa yang ditumpangi oleh Allah? Menjawab pertanyaan seperti itu akan mendorong rasa keingintahuan dan imajinasi anak usia prasekolah -- berikan jawaban yang jujur, misalnya "entahlah", lalu berikan pertanyaan balik untuk mendorong percakapan berikutnya.
Pada saat yang sama, saat anak-anak ini membayangkan Allah sedang mengendarai sepeda, mereka menerima apa yang Anda katakan tentang Allah secara apa adanya. Jika Anda katakan Allah akan marah kepada mereka bila mereka nakal, mereka pun membayangkan orang tua yang sedang marah dan siap menghukum mereka karena melakukan pelanggaran. "Anak-anak yang masih kecil tidak bisa berpikir kritis atau mengevaluasi pesan yang Anda sampaikan!" Pada saat berbicara tentang Allah dengan anak-anak usia prasekolah, Anda menjadi seorang ahli. Jadi berhati-hatilah, jangan mengatakan hal-hal yang nantinya membuat Anda menyesal.
Untuk anak usia 6 -- 10 tahun.
Anak-anak usia awal sekolah ini mulai berpikir secara logis tentang Tuhan, ide-ide untuk mengujinya adalah dengan menanyakan hal-hal berikut. Apakah Allah yang membuat kematian? Apakah Allah tahu apa saja yang aku kerjakan? Orang tua harus berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, "membantu anak untuk percaya dan berpaling kepada Tuhan adalah hal yang penting".
Itulah tujuan Jane Anne Ferguson, pendiri sekolah gereja dan direktur Church of Christ di Yale University, saat ia mencoba membantu Colin, anaknya yang berusia enam tahun, yang saat itu cemas karena ia akan mulai masuk sekolah untuk pertama kalinya. Setelah hari ketiga, Ferguson mendapatinya di halaman sekolah dan kemudian berjalan pulang dengannya. Anak itu berkata, "Aku kesepian dan takut."
"Allah ada di sana, bersamamu di sekolah," katanya. "Apakah ibu sudah bilang pada Tuhan?" tanya Colin. Malam itu Colin mengatakan hal ini kepada ayahnya dan ayahnya menyarankan supaya Colin menyerahkan ketakutannya kepada Allah, "membuangnya di tempat sampah Allah".
Bagi Colin, dua percakapan itu adalah suatu titik balik: tampaknya ia memahami bahwa untuk menghadapi rasa takutnya, ia hanya perlu mengenal Tuhan. Keesokan harinya, ia bilang kepada ibunya bahwa ia akan menuruti nasihat ayahnya saat di sekolah. "Saya menyerahkan rasa takut kepada Tuhan untuk dibuang-Nya."
Cara lain untuk mengajar anak-anak kecil tentang hubungan pribadi mereka dengan Tuhan adalah dengan membacakan kisah-kisah Alkitab pada mereka. Anak-anak dapat menerapkan prinsip-prinsip dari kisah-kisah itu dalam kehidupan mereka, terutama jika Anda mengajak mereka berdialog dan bertanya kepada mereka.
"Pilih kisah-kisah Alkitab yang menyiratkan bahwa Tuhan ada bersama kita di sepanjang kehidupan kita," saran Ferguson. "Anda ingin mengatakan kepada anak-anak bahwa Tuhan selalu hadir saat kita mencari atau dalam kesusahan." Kisah Yunus dan ikan besar, misalnya, mengandung pesan seperti itu.
Anda dapat berbicara dengan anak umur 6 -- 10 tahun tentang hubungan mereka dengan Tuhan dengan membawa mereka ke gereja ketika tidak ada orang lain dalam gereja itu. Jendela, mimbar, dan altar dapat menciptakan kesan keagungan dan kesucian yang dapat membangkitkan sebuah percakapan.
Masa praremaja.
Saat mereka meninggalkan masa kanak-kanak, remaja mengalami perubahan yang dramatis -- baik pada tubuh dan pikiran mereka -- dan menjadi lebih mandiri. Jadi dalam berbicara, Anda harus membantu mereka untuk memperoleh pemahaman mereka sendiri tentang Tuhan seraya mereka belajar berpikir sendiri. Ketika mereka mulai menangkap simbol-simbol, seperti penyaliban, diskusikan makna yang sebenarnya dan kesungguhan dari simbol-simbol ini. Ketika mereka mulai memahami Tuhan, kata Kushner, mereka juga akan mengerti bahwa Tuhan adalah yang paling berkuasa di dunia. Terlebih lagi, mereka ingin memahami andil Tuhan, tidak hanya dalam kebaikan, tapi juga dalam penderitaan dan ketidakadilan yang mereka lihat di sekitar mereka.
Ketika Anda mendiskusikan Tuhan dengan anak-anak praremaja, Anda dapat berkata bahwa "Tuhan tidak memberikan bencana. Tuhan memberi kita kekuatan untuk mengatasinya dan mengirim orang lain untuk membantu kita". Apa pun penjelasan Anda, mereka akan mengerti apakah Anda benar-benar percaya terhadap apa yang Anda katakan. Jadi, yakinlah bahwa Anda mengatakan tentang diri Anda sendiri dan perjuangan iman Anda," saran Weatherholt. Intinya adalah membiarkan anak menyaksikan perasaan Anda yang sesungguhya, tanpa pura-pura, tentang Tuhan.
Mengenalkan Allah ibarat mengajari anak mengendarai sepeda, kata Lawrence Cunningham, seorang profesor bidang teologia dari University of Notre Dame. "Anda melatih mengayuh roda. Lalu Anda memegangi anak yang duduk di atas sepeda untuk mulai mengayuh pedal. Akhirnya, Anda harus membiarkan mereka berjalan sendiri, tanpa dibantu." Yang harus Anda lakukan adalah memulai lebih awal, tekankan kepercayaan Anda sendiri, buatlah contoh dan letakkan iman Anda pada setiap kebutuhan anak untuk tahu dan memahami Allah. Akhirnya, Anda akan menyediakan suatu kompas/penunjuk moral dan spiritual yang akan terus ada selamanya. [Artikel ini sebagian besar diambil dari sebuah majalah yang sudah lama.] (t/Ratri dan Dian)
Sumber:Judul Buku | : | Cross.org |
Situs | : | http://www.ourcross.org/Learning_Apologetics/children/Teaching_children.htm |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK