"Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu," (Yohanes 15:16). Ucapan Tuhan Yesus berlaku untuk siapa saja yang terjun di ladang pelayanan; apa pun pelayanannya dan di mana pun pelayanan itu dilakukan. Termasuk di Sekolah Minggu. Jadi, jangan berpikir bahwa kita menjadi guru Sekolah Minggu itu karena kebetulan, tanpa sengaja, atau kesasar, apalagi karena "kecelakaan". Jangan. Menjadi seorang guru Sekolah Minggu sungguh-sungguh adalah panggilan Tuhan. Tuhan sendiri -- bukan siapa-siapa yang lain -- yang sudah memilih kita di ladang pelayanan ini. Dan, kalau Tuhan sudah memilih kita, tentunya Dia telah mempertimbangkan segala sesuatunya; tidak mungkin sembarangan atau serampangan.
Maka, baiklah kita merespons panggilan-Nya dengan sepenuh tanggung jawab dan komitmen kita; menjalani sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, kita berikan yang terbaik dari yang bisa kita berikan -- waktu, tenaga, dana, pikiran, juga perasaan kita.
Bukan berarti kita harus meninggalkan segala-galanya demi pelayanan Sekolah Minggu; melupakan pekerjaan di kantor, mengabaikan tugas-tugas studi dan menomorsekiankan keluarga. Bukan. Kalau karena pelayanan Sekolah Minggu lalu studi kita, tugas kantor kita, keluarga kita malah berantakan, ya salah juga. Tuhan pasti tidak menghendaki begitu. Tetapi, kalau kita meyakini bahwa mejadi guru Sekolah Minggu itu adalah panggilan Tuhan, maka ayo dong berikan prioritas yang selayaknya. Itu saja.
Oleh karena itu jangan, misalnya, kita bilang tidak punya waktu untuk mempersiapkan mengajar, atau terlalu repot untuk mengikuti pembinaan-pembinaan guru Sekolah Minggu, terlalu banyak pekerjaan sehingga tidak dapat melakukan perkunjungan kepada anak-anak Sekolah Minggu. Sebab, sering sumber masalah sebetulnya bukan tidak ada waktu, tetapi karena kita kurang memberi prioritas yang layak kepada pelayanan Sekolah Minggu. Untuk sesuatu yang kita anggap penting kita prioritaskan; biasanya selalu ada waktu, bahkan juga ada tenaga lebih, bukan?
Memang, walaupun misalnya kita malas-malasan mempersiapkan diri sebelum mengajar, dan asal-asalan atau semau gue ketika mengajar, tooh tidak ada sanksi atau hukumannya. Sebaliknya, kalaupun kita mengajar dengan sepenuh komitmen dan daya yang kita miliki, toh kita tidak akan mendapat bintang jasa. Paling banter ucapan terima kasih.
Namun kita harus ingat, kita bukan anak kecil lagil yang melakukan sesuatu atas dasar pujian dan hukuman, atau reward and punishment. Tunjukkan kedewasaan kita dengan melakukan apa pun yang menjadi tanggung jawab kita melakukan apa pun yang menjadi tanggung jawab kita dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya; terlepas dari ada tidaknya hukuman atau hadiah.
Terlebih penting lagi, kasih dan keselamatan yang kita terima bukan untuk kita nikmaiti sendiri, tetapi HARUS kita sebarkan dan tebarkan. Pekabaran Injil bukan himbauan, tetapi sebuah keharusan (1 Korintus 9:16). Dan, yang berhak menerima itu bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak! (Kejadian 17:7, Kisah Para Rasul 2:39).
"Menjadi guru Sekolah Minggu memang sukarela; tidak digaji atau mendapat bintang jasa. Namun ketika kita mampu melakukan sesuatu yang sifatnya sukarela dengan setulus hati dan sepenuh komitmen, itulah sebetulnya yang menentukan kualitas hidup dan kedewasaan kita."
Diambil dari:
Judul buku | : | Menjadi Guru Sekolah Minggu yang Efektif |
Judul bab | : | - |
Judul asli artikel | : | Bukan Kamu yang Memilihku |
Penulis | : | Ayub Yahya |
Penerbit | : | Footprints Publishing, Yogyakarta, 2011 |
Halaman | : | 95-98 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK