Salah satu gerakan yang membawa harapan pada beberapa tahun terakhir ini adalah pengakuan betapa pentingnya untuk mengajar secara sungguh-sungguh, "bersifat pribadi", dan bertujuan. Tujuannya bukan hanya untuk memiliki pengetahuan Alkitab saja. Juga, tujuan itu bukan semata-mata untuk mengembangkan watak susila di dalam arti yang biasa. Kita harus mengajar murid-murid supaya mereka menjadi teman sekerja kita bersama-sama dengan Allah.
Tidak ada jalan yang mudah ke kerajaan itu. Hal itu merupakan tugas yang berat dan sulit. Kristus menolak tawaran Iblis untuk memakai jalan yang lebar, mudah bagi pelayanan-Nya. Ia memilih satu-satunya jalan yang dapat dipilih-Nya di dalam kehendak Allah. Ia memperlakukan kaum pria dan wanita sebagai makhluk-makhluk yang bebas dengan kuasa untuk memilih dan kesanggupan untuk menjadi suci melalui penebusan-Nya. Untuk mengajar akal budi adalah lambat dan sukar, tetapi inilah satu-satunya cara yang tidak melanggar sifat dasar manusia yang dibuat oleh Pencipta itu.
Iblis senantiasa mencobai para pekerja gereja agar mengambil jalan yang mudah. Cara itu tidak akan berhasil. Cara ini tidak mengangkat Kristus dari kehinaan dan keduniawian. Hal itu adalah usaha untuk memakai cara-cara duniawi dan bukan cara mengajar yang bersifat pribadi, erat hubungannya dan saling membagi pengalaman. Untuk memakai cara yang mudah berarti bahwa kita tidak setia kepada murid-murid kita, Kristus dan gereja-Nya, para pendeta kita dan para anggota gereja kita.
Siapakah manusia itu? Apakah kebutuhan-kebutuhannya dan kesanggupan-kesanggupannya? Apakah ia semata-mata makhluk bumi saja -- makhluk yang hilang wujudnya setelah mati -- ataukah kehidupannya di dunia ini merupakan satu persiapan bagi hidup yang luas dan abadi? Jawaban kepada pertanyaan-pertanyaan itu harus menetapkan bagaimana kita akan hidup. Injil Kristen memberikan jawaban-jawaban yang pasti -- jawaban yang menuntut pengenaan bukan hanya kepada agama saja tetapi kepada keluarga, pekerjaan, dan kehidupan masyarakat.
Para guru Sekolah Minggu memiliki kesempatan yang luar biasa untuk menyatakan jawaban-jawaban Kristen. Para pengkhotbah harus memusatkan tujuannya untuk menjangkau seluruh sidangnya. Tetapi menjangkau sebagian besar sidangnya seringkali berarti kehilangan beberapa anggota. Sebaliknya, para guru Sekolah Minggu bekerja dengan kelompok yang kecil. Bila seorang anggota kelas tidak memahaminya, ia dapat mengajukan pertanyaan agar menjadi jelas. Tanpa mengabaikan bagaimana sebuah khotbah dapat membingungkan dan mencemaskan seorang yang hadir di gereja, sifat yang sopan menuntut bahwa ia tidak boleh mengganggu kebenaraannya. Tidak demikian di Sekolah Minggu atau kelas Alkitab. Di sini, cara mengajar ditujukan kepada setiap pribadi. Guru bukan dimaksudkan untuk berkhotbah atau berceramah tetapi untuk membimbing di dalam diskusi. Ia harus yakin bahwa para anggota kelasnya memahaminya di saat ia mengajar.
Diambil dari:
Judul buku | : | Cara Mengajar yang Lebih Berhasil |
Judul bab | : | Perhatikanlah Kemungkinannya |
Judul asli artikel | : | Bagian Para Guru |
Penulis | : | Joe L. McMillin |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis. Bandung, 1995. |
Halaman | : | 9-11 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK