Alkitab memang tidak dirancang sebagai bahan bacaan untuk anak, tapi
bukan berarti isi Alkitab tidak perlu disampaikan pada anak. Tuhan
sendiri yang memerintahkan agar FirmanNya diajarkan turun-temurun
pada generasi yang lebih muda (Ulangan 6:6-7).
Dari perkembangan sejarah gereja, pendidikan rohani anak mengalami
banyak perubahan dan perkembangan. Berawal dari terbentuknya
Sekolah Minggu yang pertama di Inggris (1780), materi pengajaran
Alkitab untuk anak pun mulai dipikirkan gereja.
Amerika Serikat, dalam hal ini, mendahului negara-negara lain dalam
usaha menciptakan kurikulum untuk Sekolah Minggu bagi seluruh
bangsanya.
A. Latar Belakang Sejarah
Masa Katekismus (1799-1815)
Pada mulanya gereja mengajarkan materi Katekismus pada anak,
bagian demi bagian. Oleh karena Katekismus dirancang untuk
orang dewasa, sudah bisa diduga bahwa bahan tersebut tidak
memuaskan kebutuhan anak.
Masa Hafalan (1815-1840)
Pada masa ini, gereja menekankan "penghafalan ayat Alkitab"
sebagai cara mengajarkan Firman Tuhan pada anak. Menurut
laporan, pada masa itu, anak berusia 10-12 tahun dapat menghafal
sampai 1000 ayat dalam satu triwulan. Tapi, kembali metode ini
dianggap kurang mengena, karena anak hanya mampu menghafal tanpa
mengerti arti ayat yang dihafalkannya tersebut. Baik guru maupun
murid akhirnya sama-sama menjadi bosan.
Masa "Babel" (1840-1872)
Kemudian ditemukan cara lain, dimana dalam setiap pertemuan hanya
1 ayat saja yang diberikan sebagai bahan pelajaran. Seiring
dengan berjalannya waktu, akhirnya masing-masing gereja mencari
jalan dan caranya sendiri dalam memilih bahan pelajaran untuk
Sekolah Minggu.
Bahan Pelajaran yang Seragam (1872-1900)
Dengan makin berkembangnya dunia pendidikan, mulailah dipikirkan
untuk menyusun suatu kurikulum yang SERAGAM, dimana pada hari
Minggu yang sama seluruh anggota keluarga (mulai anak kecil
hingga kakek dan nenek) menyelidiki bahan Alkitab yang sama.
Setelah bertahun- tahun cara ini diterapkan, akhirnya disadari
bahwa penyusunan bahan lebih memperhatikan kepentingan orang
dewasa dibanding kebutuhan anak.
Pelayanan per Kelas (1900-1914)
Kemudian timbul pandangan ekstrim yang bertolak belakang dengan
ide bahan pelajaran yang seragam di atas. Materi Sekolah Minggu
mulai disusun secara terpisah untuk setiap umur, dan telah mulai
memperhatikan aspek perkembangan jiwa anak dari setiap tingkatan
umur. Namun karena pembagian kelas terlalu rinci (karena tiap
umur memiliki materi berbeda), akhirnya tenaga Guru Sekolah
Minggu tidak memadai.
Pelayanan per Kelompok (1914-sekarang)
Akhirnya, ditemukan sebuah sistem yang hingga saat ini banyak
digunakan oleh Sekolah Minggu, dimana anak diajar per-kelompok
berdasarkan penggolongan usia sebagai berikut: - Anak Batita (di
bawah 3 tahun) - Anak Indria (usia 4-5 tahun) - Anak Pratama
(usia 6-8 tahun) - Anak Madya (usia 9-11 tahun) - Tunas Remaja
(usia 12-14 tahun) Dewasa ini, sebagian besar Kurikulum Sekolah
Minggu disusun berdasarkan pengelompokan di atas.
B. Inti Kurikulum
Mengajarkan Alkitab pada seorang anak kecil yang belum sekolah
misalnya, tentulah berbeda cara pendekatannya dibanding pada anak
yang memasuki usia remaja. Bahkan mengajarkan cerita Alkitab yang
sama pun membutuhkan teknik serta penekanan yang berbeda pada tiap
kelompok usia anak.
Oleh karena itu, penting diketahui oleh setiap Guru Sekolah Minggu
bahwa Inti Kurikulum adalah BERBEDA untuk setiap kelompok usia anak.
Anak-anak Pra-Sekolah:
Tugas utama dari seorang guru yang mengajar anak-anak pra-sekolah
adalah untuk memberikan konsep-konsep dasar dan informasi yang
diperlukan oleh anak-anak itu agar mereka dapat merumuskan
pandangan yang bersifat alkitabiah mengenai dunia ini.
Anak-anak Asuhan/batita (2-3 tahun)
Cara terbaik untuk menyampaikan isi Alkitab pada anak batita
ialah dengan mengajarkannya di dalam konteks aktivitas dan
pengalaman. Informasi alkitabiah juga harus disampaikan sesuai
dengan level pemahaman mereka. Misalnya guru akan mengajarkan
"Allah yang Maha Tahu dan Maha Hadir", maka kalimatnya bisa
disederhanakan menjadi "Yesus selalu melihat kita".
Untuk mengajarkan satu kebenaran dalam tiap pertemuan, guru harus
memperlengkapi diri dengan berbagai metode yang menarik dan
menyenangkan anak. Semua aktivitas harus dirangkai menjadi satu
kesatuan yang utuh untuk menyampaikan pesan yang sama, mulai dari
pujian, permainan, alat peraga, aktivitas, dsb.
Anak-anak Kelas Indria/TK (4-5 tahun)
Menurut riset, anak-anak usia TK sedang membina suatu cara untuk
memandang kehidupan ini, oleh karena itu kepada mereka harus
diberikan kebenaran-kebenaran yang dasar agar mereka mendapat
pengertian yang alkitabiah mengenai kehidupan ini dan mengenai
dunia mereka.
Mengingat anak Indria belum sadar akan perkembangan sejarah
(misal: bahwa Abraham hidup sebelum Zakheus), materi-materi
Alkitab yang disajikan sebaiknya disusun dalam tema bulanan yang
berpusat pada pengalaman mereka, seperti: kehidupan dalam
keluarga, penciptaan dan pemeliharaan Allah, dsb.
Anak-anak Sekolah:
Ajaran yang diberikan harus dapat menolong anak-anak mengenal
kebenaran yang relevan untuk mereka, sehingga mereka dapat
memberi respons sesuai dengan kesanggupan dan tahap pengertian
mereka sendiri.
Anak-anak Kelas Pratama (6-8 tahun)
Bahan pelajaran untuk Anak Kelas Pratama disusun dengan
pengertian bahwa perikop Alkitab yang ingin disampaikan untuk
umur ini boleh lebih panjang dan lebih lengkap. Cerita Alkitab
sewaktu-waktu masih terfokus kepada tema bulanan, misalnya
"Memberi dengan sukacita", bisa dipilih 2 kisah dari PL dan 2
kisah dari PB. Tetapi boleh juga ada cerita berseri, misalnya
"Kehidupan Daniel" atau "Yusuf dan saudara-saudaranya". Pada umur
ini anak-anak mulai mengerti hubungan dari satu peristiwa ke
peristiwa lainnya.
Anak-anak Kelas Madya (9-11 tahun)
Bahan pelajaran untuk Anak Kelas Madya disusun dengan
pertimbangan bahwa peristiwa Alkitab dilihat secara
keseluruhan dari segi sejarah, mulai dari PL hingga PB. Pada umur
ini anak juga mengagumi tokoh-tokoh serta meneladaninya, karena
itu penting sekali ditekankan mengenai teladan hidup baik tokoh
Alkitab maupun tokoh Kristen pada jaman modern.
Tunas Remaja (12-14 tahun)
Metode bercerita sudah mulai jarang digunakan, anak remaja
cenderung lebih menyukai penyelidikan Alkitab sendiri (tentunya
dengan metode yang menunjang dan pendampingan yang baik dari
Pembimbingnya).