Seorang anak, Fathur namanya, memiliki perkembangan yang sangat lamban. Dalam usia dua tahun ia belum bisa mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan kata yang sederhana dan mudah seperti "mama" atau "papa". Ia juga begitu sedikit menunjukkan kemampuannya berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Bahkan ia seperti tak menghiraukan sama sekali lingkungannya. Kecuali ekspresi untuk menunjukkan keinginannya, tak ada bentuk komunikasi apa pun yang ia tunjukkan kepada siapa pun di sekitar dia. Sepanjang hari, ia hanya berlarian ke sana ke mari di ruang tamu dan sekitar rumahnya. Padahal, anak-anak seangkatannya sudah ngoceh dan mengekspresikan kelucuan kanak-kanaknya.
Melihat kejanggalan dalam perkembangan itu, orangtua Fathur yang berdomisili di Jakarta pergi ke seorang dokter dan mendapat jawaban bahwa Fathur menunjukkan indikasi autisme. Atas saran sang dokter, mereka memasukkan Fathur ke Pusat Terapi Autis. Selang tujuh bulan Fathur mengalami cukup banyak perkembangan. Ia mulai bisa sedikit berkomunikasi dan berbaur dengan lingkungannya.
Belum merasa puas dengan perkembangan yang didapat, orangtua Fathur membawa sang anak kepada seorang psikolog di Semarang dimana ia mendapat kejutan bahwa anak kesayangannya memiliki kemampuan yang luar biasa. Setelah diperiksa secara intensif selama dua hari dengan metode tertentu, diketahuilah bahwa Fathur memiliki IQ melebihi 145! Ia juga memiliki kreativitas dan motivasi (task commitment) yang sungguh- sungguh luar biasa. Konsentrasinya sangat hebat. Bahkan jiwa kepemimpinannya sudah mulai nampak. Rupanya Fathur adalah seorang anak yang "gifted". Ia berkemampuan belajar sangat tinggi namun, sekaligus memiliki ketidakmampuan untuk belajar (learning disabled).
Lho? Tentu tidak mudah membayangkan keadaan itu. Bagaimana mungkin seorang anak yang berkemampuan belajar tinggi namun sekaligus memiliki ketidakmampuan dalam belajar?
Kategori Gifted-Learning Disabled Pada mulanya diyakini bahwa anak gifted adalah mereka yang mempunyai skor IQ yang tinggi dan mempunyai prestasi sekolah baik. Namun belakangan permasalahan tersebut menjadi lebih kompleks dengan adanya pertanyaan mengenai anak berkemampuan tinggi yang juga mempunyai kesulitan dalam belajar (Brody & Mills, 1997).
Memang tidak mudah untuk menjelaskan ciri-ciri tipikal anak-anak gifted-learning disabled (G/LD) karena terdapat banyak tipe pada berkemampuan (giftedness) dan banyak pula kemungkinan berketidakmampuan (learning diabilities). Problem terbesar dalam mengidentifikasi hal tersebut adalah, seringkali antara ketidakmampuan (disabilities) dan berkemampuan (giftedness) saling menutupi.
Secara umum, seorang anak berkemampuan yang sekaligus memiliki ketidakmampuan belajar (gifted/learning disabled atau G/LD) ditandai dengan kelebihan pada beberapa hal dan ketidakmampuan pada hal yang lain. Mereka secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori.
Pertama, anak-anak berbakat yang memiliki beberapa kesulitan dalam belajar di sekolah dan sering dikatakan sebagai anak yang underachiever. Kelompok ini mudah teridentifikasi sebagai anak gifted atau berbakat karena memiliki prestasi tinggi atau punya skor IQ yang tinggi, yang dalam perkembangan selanjutnya terjadi kesenjangan yang besar antara harapan dengan prestasi yang ia capai. Anak pada kelompok ini mungkin akan mengejutkan dengan kemampuan verbal yang sangat bagus, sementara ia mengalami kesulitan besar pada kemampuannya menulis dan dikte. Kadang kala mereka amat pelupa, ceroboh, dan disorganized, sehingga pada tingkat lanjutan pertama, di mana tuntutan semakin tinggi maka makin sulitlah mereka untuk berprestasi. Mereka dapat mengatasi kesulitan dengan usaha keras, namun kenyataannya banyak dari mereka tidak tahu cara untuk mengatasinya, karena dikategorikan sebagai anak berkemampuan tinggi.
Kelompok kedua, adalah anak-anak yang diketahui berkesulitan belajar, dan tidak pernah teridentifikasi sebagai anak gifted. Ketidaktepatan pengukuran dan atau tertekannya skor IQ sering menyebabkan dugaan yang keliru (underestimation) pada kemampuan intelektualnya. Jika bakat yang luar biasa tidak diketahui, maka kelebihan-kelebihannya tidak pernah menjadi fokus dalam pendidikannya, sehingga tidak pernah teraktualisasikan.
Kelompok ketiga, adalah anak yang tidak teridentifikasi sebagai anak berbakat maupun sebagai anak berkesulitan belajar. Mereka lebih nampak sebagai anak yang berprestasi rata-rata. Kemampuan inteligensi yang tinggi seringkali membantu kesulitan atau kelemahannya, sehingga anak ini tidak teridentifikasi sebagai anak bergangguan. Di sini superioritas kemampuannya menutupi kelemahannya. Sebaliknya, kelemahannya menutupi kelebihannya. Bakat atau talenta yang dimiliki kemungkinan dapat berkembang bila terstimulasi oleh situasi kelas yang diajar oleh guru yang menggunakan metode belajar yang kreatif.
Kelompok terakhir ini mungkin kelompok terbesar. Mereka berprestasi pada level yang tidak menguntungkan, jauh di bawah potensi yang dimilikinya (Baum, 1990; Broudy & Mills, 1997).
Karakteristik Anak G/LD
Anak dengan keistimewaan ganda ini adalah suatu tipikal pelajar yang
seringkali dikarakteristikkan sebagai anak yang cerdas, tapi mempunyai
problem sekolah. Keadaan ini diikuti oleh perasaan frustrasi, agresif,
ceroboh dan sering tidak mampu menyelesaikan tugas. Mereka juga sering
membuat suasana kelas menjadi terganggu. Sebagian mereka bahkan mirip
dengan anak LD yakni memory dan kemampuan perseptual terbatas serta
sering gagal menyelesaikan tugas.
Sementara di bidang yang lain, mereka mampu menampilkan diri sebagai anak berkemampuan tinggi. Misalnya, mereka mungkin sangat pandai dalam berpikir abstrak (Baum, 1984), dapat mengkonseptualisasikan sesuatu dengan cepat, mampu melakukan generalisasi dengan mudah, dan menyukai tantangan untuk memecahkan suatu problems (Barton & Stanes, 1989). Biasanya hobi atau kesukaan mereka adalah hal-hal yang membutuhkan motivasi, tantangan dan perlu pemikiran yang kreatif. Di lingkungan sekolah mereka mengamati banyak hal, sementara prestasi sekolahnya buruk.
Silverman, direktur pusat studi anak berbakat di Denver, mengatakan bahwa anak-anak dengan keistimewaan ganda ini mempunyai karakter yang unik, mereka seringkali disebut visual-spatial learners dan memiliki long-term memory yang sangat bagus, yang membutuhkan metode diagnosis dan pengajaran yang berbeda. Mereka juga anak yang sangat sensitif dengan sikap guru.
Anak G/LD memandang dirinya sebagai anak yang tidak mampu di bidang akademik, sehingga meningkatkan motivasi untuk menolak tugas-tugas sekolah. Anak dengan keistimewaan ganda ini sering merasa malu dan memandang bahwa dirinya tidak mampu bersekolah. Inilah yang mematahkan semangat mereka. Tidak jarang dari mereka meneruskan perasaan tentang kegagalan ini di sekolah, sementara di rumah ia mampu belajar dan berkarya. Mereka sering memiliki konsep diri yang negatif dan membuat dirinya merasa bahwa sesungguhnya tidak sama dengan teman sebayanya.
Kesalahan Diagnosa
Kesalahan diagnosa bagi anak gifted sangat mungkin terjadi. Mereka
seringkali tidak didiagnosa oleh guru, dokter atau psikolog sebagai
anak berbakat tinggi, mereka justru banyak didiagnosa sebagai anak
autis ringan, Attention Deficit Hiperactive Disorder / Attention
Deficit Disorder (ADHD/ADD), disleksia, disphasi/aphasia, retardasi
mental atau gangguan perkembangan lainnya. Mengapa demikian? Hal ini
karena individu gifted seringkali mempunyai karakteristik yang
berpotensi untuk berperilaku negatif, terutama bagi anak gifted yang
kemampuan kreativitasnya sangat tinggi. Hal itu terutama disebabkan
antara lain karena mereka:
Dalam keseharian, menurut pengamatan Silverman, karakteristik anak G/LD yang mempunyai potensi negatif antara lain:
Karena kecenderungan memiliki perilaku seperti itu maka dengan menggunakan kriteria diagnosa DSM IV, mereka masuk kategori anak-anak dengan gangguan tertentu. Hingga tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan obat-obatan yang dapat mengurangi kemampuan intelektualnya. Belum lagi adanya perlakukan (hukuman) dari guru-guru atau orangtua yang merasa terganggu dengan perilaku anaknya.
Karenanya anak-anak berbakat tinggi (highly gifted), terutama bagi mereka yang kreativitasnya sangat tinggi seringkali mempunyai self- esteem dan self-concept rendah. Maka tidak sedikit dari mereka yang mengalami kegagalan di sekolah.
Sulit Diidentifikasi
Melakukan identifikasi anak-anak dengan keistimewaan ganda ini memang
tidak mudah, karena orangtua maupun guru seringkali lebih memfokuskan
pada kelemahan si anak, dan sangat sedikit perhatian pada
kelebihannya. Sejumlah peneliti yang tertarik dalam anak G/LD
memfokuskan pada pola skor Wechsler Intelligence Scale for Children-
Revised (WISC-R) untuk mengidentifikasi. Namun data dari penelitian
ini menunjukkan hasil pola yang tidak konsisten. Schiff dkk (1981)
melaporkan bahwa catatan tentang kesenjangan skor Verbal-Performance
(V-P) dengan skor verbal lebih tinggi, sementara Waldron (1990)
menemukan bahwa kesenjangan yang signifikan antara skor Verbal dan
Performance bukan merupakan indikasi yang baik pada anak dengan
kesulitan belajar. Schiff dkk. menyimpulkan dalam laporan
penelitiannya bahwa kelompok anak yang punya IQ superior/LD
menampakkan kemampuan verbal di atas rata-rata dan mempunyai sejumlah
kemampuan dan bakat yang kreatif, tetapi ada indikasi kelemahan pada
aktivitas koordinasi motorik, perkembangan emosi dan kelemahan pada
area tertentu dalam berpikir. Menurut Waldron, anak-anak ini cenderung
tergantung pada kemampuan visual untuk mengingat kata dan analisa.
Mereka juga mempunyai kelemahan dalam beberapa hal auditory, seperti
membedakan suara dan short-term memory.
Sedangkan Vaidya (1993) menggunakan cara lain lagi untuk mengidentifikasi. Ia melakukan beberapa tes tipe portofolio, tes kreativitas, informasi tentang IQ serta tes prestasi belajar. Pengukuran IQ digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan anak dalam berpikir, sementara test prestasi belajar dilakukan untuk mengetahui keberbakatan si anak dalam subjek tertentu. Lalu portofolio digunakan untuk mengetahui proses berpikir dan keunikan ide-ide. Dan tes kreativitas digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir divergen.
Sementara psikolog yang lain, menyarankan menggunakan Scales for Rating the Behavioral Characteristics of Superior Students (SRBCSS), untuk mengetahui skala tentang learning, motivasi, kreativitas, kepemimpinan, musik, drama, dan komunikasi.
Yang menarik, dalam pengamatan itu ditemui bahwa anak-anak tersebut seringkali mempunyai minat yang tinggi terhadap satu atau berbagai hal di rumah. Mereka dapat membuat bangunan yang sangat fantastik dengan balok-balok. Kemampuan kreatif, kekuatan intelektual yang mereka salurkan pada hobinya itu merupakan indikator keberbakatan mereka (Renzulli, 1979). Dan karena anak-anak itu sangat cerdas dan sensitif, mereka menyadari betul kesulitannya dalam belajar. Selanjutnya, mereka cenderung menggeneralisasikan perasaan tentang kegagalan belajar itu pada semua rasa ketidakmampuan dan terhadap segala hal.
Pendidikan yang Tepat
Dalam merencanakan pendidikan bagi anak G/LD adalah penting
memperhatikan perkembangan dari kemampuan yang menonjol, minat, dan
kapasitas intelektual mereka. Dan persoalan kesulitan belajar mereka
yang cenderung menjadi permanen, juga seyogyanya menjadi pertimbangan
penting untuk mengarahkan dan mendorong mereka untuk menggunakan
strategi kompensasi. Jadi kita hendaklah mencari cara untuk mengurangi
kesulitan yang mereka alami dengan mengembangkan kemampuan yang mereka
miliki.
Program yang disediakan untuk mereka haruslah difokuskan pada hal-hal yang menjadi kelemahan mereka. Mereka harus dibimbing untuk memahami kelemahan dan kelebihannya lalu diarahkan untuk menyadari cara yang tepat untuk mengurangi kesulitannya dalam belajar, dan sebaliknya memupuk keberbakatanya. Para guru dan orangtua harus membantu anak- anak ini untuk membentuk konsep diri yang realistis dan sehat, di mana mereka dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Mereka harus disadarkan bahwa mereka dapat mengembangkan cara alternatif dalam berpikir dan berkomunikasi, karena mereka dapat belajar sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya.
Anak dengan keistimewaan ganda ini membutuhkan kurikulum yang tepat yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mereka akan pendidikan khusus bagi kedua keistimewaan tersebut. Kebutuhan ini berhubungan dengan keberbakatannya dan kelemahan atau kesulitannya yang spesifik (Whitemore, 1981). Dan jangan sampai perlakuan-perlakuan yang diberikan justru menghambat perkembangan dan pengekspresian keberbakatannya.
Bagaimana Orangtua Seharusnya?
Seperti yang telah diketahui bahwa orangtua adalah orang terdekat yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan anaknya. Marker dan
Udall (1997) memberikan beberapa alternatif yang bisa dilakukan oleh
orangtua untuk membantu anaknya yang G/LD, antara lain :
Penutup
Anak-anak berkemampuan tinggi, tetapi mengalami hambatan dalam belajar
meskipun jumlah mereka tidak banyak, namun perlu dicermati. Karena
sesungguhnya mereka adalah aset yang berharga. Kendala yang nampak
untuk membantu mereka adalah kesulitan dalam mengidentifikasi mereka.
Seringkali potensi tinggi mereka tertutupi oleh kekurangannya.
Bahkan ada sebagian dari mereka tidak pernah dikenal sebagai anak
berbakat atau gifted, tetapi lebih dikenal sebagai anak bermasalah.
Adalah menjadi bahan pertimbangan bagi dokter, pedagog, psikolog, guru, dan orangtuanya untuk mengenalnya lebih dalam, anak-anak bergangguan perlu pengamatan yang cermat sebelum diagnosis diberikan. Karena diagnosis yang tidak tepat akan berdampak dilakukan terapi yang kurang tepat pula, yang dapat mengakibatkan gangguan perkembangan anak semakin kuat.
Permasalahan lain adalah penanganannya atau intervensi, sebenarnya penanganan yang tepat bila telah mendapat diagnosa yang tepat pula. Penanganan anak-anak G/LD yang paling tepat adalah melihat sisi-sisi yang menjadi strengths-nya dan mempertimbangkan sisi weaknessnya, sehingga dapat ditentukan tehnik strategi atau program yang tepat untuk anak tersebut, sehingga ini lebih individual.
Daftar Pustaka
Barton, J.M. & Starnes, W.T. (1989). Identifying distinguishing characteristics of gifted and talented/learning disabled students. Rouper Review, 12, 23-29
Baum, S. (1984). Meeting the needs of learning disabled gifted students. Roeper Review, 7, 16-20.
Brody, L.E., & Mills, C.J. (1997). Gifted children with learning disabilities: A review of the issues. Journal of Learning Disabilities, 30, 282-297.
Maker, C.J. & Udall, A. J. (1997). Learning Disabilities gifted. ERICt # 427.
Gallagher, T. (1997). Gifted or ADD ?. http://borntoexplore.org? gifted.htm.
Renzulli, J. (1986). The three ring conception of giftedness: A developmental model for creative productivity. In R. J. Sternberg & J. E. Davidson (Eds.), Conceptions of Giftedness (pp.53P92). New York: Cambridge University Press.
Silverman, LK, (1993) Counseling the Gifted and Talented. Denver, Colorado; Love Publishing.
Vaidya, S.R. (1993). Gifted children with learning disabilities: Theoretical implication and instructions and instructional challence. Journal of Education, 113 (4), 568-574.
Whitemore, J. (1981) Giftedness, Conflict and Underachievement. Boston.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK