Saling Melayani

Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Tentunya kita akan bersyukur jika di gereja kita memiliki rekan- rekan yang dipanggil Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan. Mereka yang sungguh-sungguh melayani itu tentu telah mengorbankan cukup banyak tenaga, pikiran, perasaan, dan bahkan kadang-kadang uang. Mereka melayani tanpa pamrih, hanya semata-mata karena pernah mengalami Kasih Anugerah Tuhan yang begitu besar, sehingga mereka pun memberi sebagian waktu mereka untuk melayani Tuhan melalui gereja.

Memang tidak semua orang yang sudah mengalami kasih dan Anugerah Tuhan bisa secara sukarela melayani Tuhan. Beberapa orang mungkin terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga memiliki banyak alasan untuk dimaklumi agar tidak terlibat dalam pelayanan. Ada juga orang- orang yang lebih cenderung ingin dilayani.

Sebagaimana kebiasaan pada banyak gereja, mereka yang baru pertama kali datang ke gereja disambut dengan penuh kehangatan. Banyak teman-teman yang boleh berkenalan dengannya, perhatian pada hari itu seakan-akan difokuskan kepadanya saja. Setelah hadir ke gereja hari ini kemungkinan ia akan hadir lagi di gereja untuk minggu-minggu berikutnya, namun semakin lama berbakti tentu sudah mulai dianggap seperti anggota keluarga sendiri. Jika pada waktu pertama kali seseorang datang ke gereja dilayani, sekarang seharusnya ia yang melayani.

Kira-kira bulan Juli 1990 saya diterima di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, waktu itu saya berangkat dari kampung halaman saya, Medan dengan membawa dua buah koper berisi buku dan pakaian yang cukup besar. Begitu pintu gerbang kampus dibuka, saya disambut dengan sangat hangat sekali, semua koper saya langsung dibawa kakak tingkat, dan kami menuju ke asrama lantai tiga. Setelah itu, saya diperlihatkan beberapa tempat-tempat yang penting di asrama, misalnya perpustakaan, ruang makan, ruang kelas, dan juga beberapa tempat-tempat umum terdekat, misalnya kantor pos, kantor telkom, dan tempat belanja.

Liburan tahun pertama, saya tidak pulang ke Medan, tetapi salah seorang teman baik saya mengajak ke Makassar, di sana berlibur kurang lebih sepuluh hari, setelah itu saya kembali lagi ke kampus. Saat kembali, di pintu gerbang saya bertemu lagi dengan kakak tingkat yang tahun lalu membukakan pintu, namun kali ini agak berbeda, koper saya tidak diangkatkan lagi. Jadi, saya harus mengangkatnya sendiri menuju asrama.

Mengapa demikian? Apakah saya bermusuhan dengan kakak tingkat itu? Apakah beliau iri pada saya? Oh tidak.

Jawaban yang paling tepat adalah karena saya bukan orang baru lagi di kampus. Saya sudah menjadi salah satu anggota keluarga besar di sana, justru saat ini adalah giliran saya untuk mengangkat koper mahasiswa yang baru.

Demikian juga kita di gereja, bukan? Pertama-tama kita dilayani, tetapi setelah melewati beberapa waktu tiba giliran kita untuk melayani. Jadi, kalau hari ini ada jemaat atau rekan sepelayanan yang mengeluh tidak diperhatikan, coba kita minta beliau terlebih dulu koreksi diri. Minta mereka untuk memperhatikan terlebih dahulu rekan-rekan di sekitar mereka. Mulailah untuk melayani mereka, bukan lagi dilayani. Inilah kehidupan bergereja, yang kita sebut "saling" melayani. Kata "saling" itu berarti dari dua pihak dan timbal balik. Kalau semua warga gereja memiliki kesadaran yang demikian, pasti tidak ada lagi di antara kita yang tinggal menunggu dilayani lagi.

Prinsip yang dijajarkan Tuhan Yesus justru melayani orang lain terlebih dahulu, bukan dilayani. Kita dapat melihat sendiri bagaimana Tuhan Yesus turun tangan melayani murid-murid-Nya. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya, suatu pekerjaan yang sangat hina sekali pada waktu itu, yang dilakukan oleh para hamba. Tetapi, Yesus dengan sukarela melakukan itu. Inilah yang kita sebut dengan melayani. Sesudah itu, Ia menuang air ke dalam sebuah baskom, lalu mulai membasuh kaki pengikut-pengikut-Nya dan mengeringkannya dengan handuk yang terikat di pinggang-Nya (Yohanes 13:5).

Memang tidak gampang melayani orang lain, dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Melayani orang lain membutuhkan pengorbanan waktu kita, perasaan kita, konsentrasi kita dan banyak lagi. Namun, ada banyak kesaksian yang kita dengar dari mereka yang melayani dengan sungguh-sungguh, Tuhan memberkati mereka dengan limpah.

Kita tidak dapat menutup kemungkinan orang-orang tertentu yang berada di gereja hanya ingin dilayani saja. Jadi, kalau sedikit saja perhatian tidak ditujukan kepadanya, maka kita sudah dicap sombong, pilih kasih, kurang pendekatan, dan sebagainya.

Mereka yang selalu hendak dilayani mestinya mulai saat ini sadar, bahwa gereja itu ibarat rumah kita dan kita semua adalah penghuninya. Sebagai penghuni, tentu kita ini bukan orang luar, melainkan orang dalam yang segala urusannya menjadi tanggung jawab kita. Kalau ada yang kelihatan kurang beres, misalnya kursi dalam kelas SM belum disusun rapi, lantai ruang ibadah masih kotor sementara kebaktian segera dimulai, mulailah untuk sadar akan tanggung jawab kita sebagai warga jemaat untuk membantu membereskannya.

Yang paling penting adalah terjalin kerjasama yang baik dan saling mengasihi. Jemaat juga perlu memperhatikan tugas-tugas yang pernah didelegasikan kepadanya. Jangan karena tugas-tugas lain yang menumpuk, kita menjadi lalai mengerjakan tugas kita.

Kiranya kita menyadari bahwa tugas kita sebagai orang percaya adalah melayani, bukan dilayani, tentunya yang paling utama melayani Tuhan Yesus.

Sangat indah sekali apabila terlihat di dalam sebuah komunitas jemaat semua saling melayani. Waktu itu pasti tidak ada iri hari, tidak ada dendam, tidak ada kemarahan, tidak ada saling curiga, tetapi semuanya saling mengasihi satu sama lain, dan setiap kata- kata yang dikeluarkan dari mulut kita adalah ucapan syukur bukan bersungut-sungut. Sungguh berlimpah berkat Tuhan, sehingga setiap orang percaya akan disukai banyak orang. Tuhan pasti menolong kita.

Sumber:
Judul Buku:Kebiasaan Dilayani di Gereja
Situs:http://sjc.gii-usa.org/topik/topikbignov2.html/

Kategori Bahan PEPAK: Guru - Pendidik

Sumber
Judul Buku: 
Kebiasaan Dilayani di Gereja