Aku Mengasihi Yesus

Jenis Bahan PEPAK: Bahan Mengajar

Aku mengasihi Yesus, bukan hanya dengan lagu.
Dengan segenap hatiku, kucinta Kau.
Walau aku masih kecil, tapi Tuhan mengasihi.
Aku mengasihi Yesus selamanya ...."

Demikian senandung Tirza di pagi itu, yang terdengar dari kamar mandi. Selesai mandi, berpakaian, dan sarapan, Tirza segera ke ruang tamu menunggu Papa selesai menyiapkan kendaraan untuk mengantarnya ke Sekolah Minggu. Namun, apa yang dilihatnya di ruang tamu membuatnya sangat terkejut. Karena, majalah "KITA" yang dipinjamnya dari perpustakaan Sekolah Minggu sedang dirobek-robek Titus, adiknya.

"Aduh! Titus kok nakal sekali, sih! Mama ... lihat, nih!" teriaknya dengan kesal.

Tentu saja Titus yang belum genap berusia dua tahun itu terkejut dan menangis. Ketika mama datang, dia langsung berlari dan memeluk mama. Mama menggendongnya dan berusaha menenangkannya. Sementara itu, Tirza memungut dan membereskan robekan majalah itu sambil menggerutu.

"Aduh! Bagaimana, nih? Ini kan Tirza pinjam dari perpustakaan Sekolah Minggu," gerutu Tirza hampir menangis.

Ketika Titus sudah mulai tenang, mama menyuruh Tirza duduk dan bicara kepadanya. "Tirza," kata mama, "Tidak baik bersikap begitu pada adikmu. Dia kan masih kecil."

"Tapi Titus memang nakal, Ma!" sahut Tirza dengan muka masih cemberut, "Kemarin bando Tirza dipatahin, kemarin lagi buku pelajaran Tirza dicoret-coret. Sekarang, majalah Tirza yang dirobek. Lagipula, ini kan milik perpustakaan Sekolah Minggu. Apa nggak keterlaluan itu, Ma?!"

"Sebenarnya, di mana Tirza meletakkan majalah itu?" tanya Mama. "Di atas meja ruang tamu ini," jawab Tirza. "Biasanya majalah-majalah itu diletakkan di mana?" tanya Mama lagi. "Ngng ... di rak majalah, Ma. Tapi Tirza lupa, Ma. Semalam habis baca Tirza ngantuk sekali. Jadi lupa," jelas Tirza. "Nah, ini terjadi akibat kelalaian Tirza juga, kan?" kata mama. "Iya, tapi Ma ...," Tirza bersikeras. "Sudahlah," sahut Mama, "Nanti kita beli saja yang baru sebagai gantinya. Sudah jam tujuh, kamu jadi ke gereja, kan? Papa sudah siap, tuh!" "Tirza pergi, Ma," pamitnya pada Mama. "Iya, hati-hati, ya!" pesan Mama. Tirza mengangguk.

Ketika tiba di gereja dan kebaktian hampir dimulai, Tirza mulai melupakan kejadian di rumah tadi. Dengan asyik, dia dan teman- temannya memperhatikan Kak Amos yang sedang membawakan Firman Tuhan. Firman Tuhan itu bercerita tentang kasih Allah yang sangat besar kepada manusia.

Sebelum kebaktian selesai, Kak Amos memberikan dua buah ayat hafalan untuk mereka. Ayat itu terdapat di dalam 1Yohanes 4:20-21.

"Ayo kita baca bersama-sama, Adik-adik! Satu, dua, tiga. 1Yohanes 4:20 dan 21: "Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya."

Selesai membacanya bersama-sama, Kak Amos menutup kebaktian dengan doa.

Selesai kebaktian, Tirza tidak langsung pulang ke rumah karena harus mengikuti latihan koor. Sepanjang jalan menuju ruang latihan, Tirza masih merenungkan kata-kata dari ayat hafalan tadi. Dia merasa seperti ditegur langsung oleh Tuhan melalui ayat tersebut. Sampai- sampai pertanyaan Kak Vivi tidak didengarnya. "Tirza, sudah dihafalkan puisinya?" tanya Kak Vivi untuk yang kedua kalinya.

"Eh ... ee ... sudah, Kak Vivi" jawab, Tirza tergagap. "Kalau begitu, kita coba sekarang ya?" ajak Kak Vivi. "Baik, Kak," sahutnya. "Adik-adik, mari kita mulai latihannya. Siap semua? Mulai!" perintah Kak Vivi. Kemudian musik pun terdengar. Dan mereka mulai menyanyi.

"Aku mengasihi Yesus, bukan hanya dengan lagu. Dengan segenap hatiku, kucinta Kau..."

Pada pertengahan lagu, Tirza membacakan puisi yang indah tentang kasih Tuhan Yesus. Juga tentang cinta mereka pada Yesus. Di dalam hatinya, Tirza menyesali sikapnya pada adiknya selama ini. Dia merasa bahwa dirinya telah menjadi seorang pendusta.

"Ampuni aku, Yesus," gumam Tirza dalam hati, "Ampuni aku."

Aku sangat mengasihi-Mu. Juga Titus, walaupun dia sering membuatku jengkel, tapi dia anak yang pintar dan lincah. Tak seharusnya aku bersikap kasar padanya. Lagipula, dia masih kecil. Bapa, tolonglah aku untuk dapat menjadi kakak yang baik baginya. Terima kasih Tuhan. Amin," doanya dalam hati.

Sepulang dari latihan koor, Tirza mampir sebentar ke toko roti di samping gereja untuk membeli dua batang coklat Yoyo kesukaan Titus. Ketika tiba di rumah, Tirza segera mencari Titus. "Titus! Dik Titus!" panggilnya. "Ma, Dik Titus mana, Ma?" tanyanya pada Mama yang sedang menyetrika.

"Itu di kamar," tunjuk Mama, "Lagi main sama bolanya yang baru."

Tirza segera menjumpai Titus. "Dik Titus, sedang bermain sama bola baru, ya? Siapa yang membelikan?" tanyanya.

"Papa," ujar Titus sambil terus menggelindingkan mainannya. "Lihat, Dik! Kakak bawa apa, nih? Ayo ... mau nggak?" kata Tirza sambil mengeluarkan dua batang coklat Yoyo dari saku bajunya.

"Otat Yoyo! Inta, Tak! Inta!" seru Titus kegirangan.

"Nih! Bilang apa?" tanya Tirza sambil menyodorkan kedua coklat itu ke tangan Titus.

"Ma acih, Tatak tayang," sahut Titus.

Mama yang melihat tingkah Tirza dan Titus hanya tersenyum. "Tirza, ayo ganti bajunya dulu! kemudian bantu mama jaga Titus, ya!" ujar mama.

"Siap, Bos!" sahut Tirza bersemangat kemudian melesat ke kamarnya untuk menukar pakaiannya.

Kategori Bahan PEPAK: Pengajaran - Doktrin

Sumber
Judul Buku: 
KITA - Majalah Kristen untuk Anak-anak
Halaman: 
14 - 15
Penerbit: 
Lembaga Reformed Injili Indonesia