Mendidik Cinta Kasih

Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Mengapa kita mengajarkan tema "cinta kasih dan kepedulian"? Pertama, dalam masyarakat kita tampak adanya kecenderungan untuk makin menjadi individualis dan egois. Orang mengejar kepentingannya sendiri, dengan cara halal maupun tidak halal, tanpa peduli bahwa akan ada orang, kelompok agama, kelompok suku, masyarakat ataupun negara yang menderita atau dirugikan karena perbuatannya.

Di samping itu, penggunaan kekerasan makin terlihat, bukan hanya di layar TV, melainkan telah merasuk dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, perampokan nasabah bank atau perkelahian pelajar dengan menggunakan berbagai alat dan terjadi bukan hanya antara seorang dengan orang lain yang berperkara dengan dirinya, melainkan juga dengan orang yang sama sekali tidak mereka kenal. Perasaan orang seakan-akan telah menumpul; kurang ada rasa peka, rasa kasihan dan rasa kasih satu dengan yang lain.

Menyadari hal ini, maka dibutuhkan sebuah pendidikan dengan program yang bukan hanya meningkatkan daya pengenalan dan psikomotorik anak atau murid, tetapi terutama yang mengembangkan rasa kasih sayang anak atau murid. Maka perlu ada program yang dapat menumbuhkan perhatian, motivasi dan sikap siswa untuk memerbaiki hubungan antarmanusia dan menajamkan kembali perasaan untuk saling mengasihi dan saling memedulikan.

Kedua, tema ini perlu diajarkan karena cinta kasih dan kepedulian adalah kebutuhan emosional dan psikologis yang vital. Kalau kebutuhan ini tidak dipenuhi, manusia tak dapat hidup dengan berarti, sejahtera, dan bahagia. Bahkan seorang bayi akan mati merana jika tidak menerima kasih sayang dan kehangatan dari sesama manusia, meskipun kebutuhan fisiknya dipenuhi. Kekurangan cinta kasih dan kepedulian waktu anak masih kecil, akan membawa akibat yang menetap. Seorang anak yang pada masa kecilnya dididik dengan keras dan kejam serta menerima sedikit kasih dan kehangatan, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang beringas, yang tidak mengenal rasa peduli dan kasihan kepada orang lain, seperti tampak pada sejarah Hitler.

Ketiga, alasan mengapa tema ini perlu diajarkan adalah karena mengasihi adalah hukum yang terutama dari semua hukum. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22:37-39 dan Markus 12:30-31). Di sini terlihat tiga dimensi dari mengasihi, yakni sebagai berikut.

  1. Mengasihi Tuhan Allah

    Maksud disebutkannya segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan ialah agar kita mengasihi Allah dengan segenap diri kita sebagai kesatuan dari tubuh, jiwa, roh, akal budi, perasaan, dan kemauan kita. Hidup kita seanteronya harus diarahkan dan patuh kepada perintah Allah sehingga Allah yang menjadi Raja dalam hidup kita dan kehendak-Nya yang berlaku di dalam hidup kita.

    Melaksanakan hukum ini membawa konsekuensi yakni kita harus mau melaksanakan perintah Tuhan. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam Yohanes 14:21, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku".

    Meskipun kita tidak dapat melihat Tuhan, namun mengasihi Tuhan ada miripnya seperti mengasihi dalam hubungan antarmanusia. Jika kita mengasihi seseorang, kita akan berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa yang dikatakannya, dan apa yang dimintanya. Begitu juga dalam hubungan dengan Tuhan. Kita mengasihi Tuhan dengan menuruti firman-Nya.

  2. Mengasihi Sesama Manusia

    Dasar bahwa kita harus mengasihi sesama manusia adalah karena Tuhan Yesus telah mengasihi kita terlebih dahulu. Karena kasih- Nya Ia telah memberikan seluruh diri-Nya untuk menebus kita. Sebab itu, kita diminta untuk mengasihi sesama manusia, "Aku memberikan perintah baru kepadamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh. 13:39).

    Timbul pertanyaan, siapakah sesama manusia? Sesama manusia tidak terbatas pada keluarga, teman, tetangga, orang sesuku, seagama, sebangsa, tetapi juga musuh kita dan orang-orang yang tidak kita kenal, yang ditempatkan Tuhan dalam jalan hidup kita, bahkan termasuk orang-orang lain pun di seluruh dunia. Semua manusia adalah bersaudara karena semua orang adalah anak-anak Allah.

    Mungkin saja kita kurang menyukai tetangga kita. Namun, jika kita percaya bahwa Allah memelihara kita dan juga tetangga kita, dan bahwa Tuhan datang untuk tetangga maupun untuk kita, maka kita harus mengasihi dia; kalau tidak, kita akan menghina Tuhan yang mengasihi dia. Satu-satunya cara seseorang untuk membuktikan bahwa ia mengasihi Allah ialah dengan menunjukkan kasihnya kepada sesamanya.

  3. Seperti Diri Sendiri

    Berbeda dengan kedua perintah di atas, kasih kepada diri sendiri bukanlah perintah atau anjuran Tuhan Yesus. Kasih kepada diri sendiri sungguh kita kenal dan bahkan terlalu kita kenal, akibatnya kita cenderung bersifat egois. Ungkapan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri mau menunjukkan bahwa perintah Tuhan untuk mengasihi sesama harus mempunyai bobot yang sama seperti mengasihi diri sendiri.

    Di samping itu, mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri, mengandung pengakuan bahwa orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri, tidak mungkin dapat mengasihi orang lain dengan sepatutnya.

    Perintah untuk mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia bukanlah perintah yang mudah untuk dilaksanakan. Kita tidak bisa mengasihi Tuhan dan sesama manusia dengan kekuatan sendiri. Dengan jujur dan rendah hati kita perlu mengakui bahwa kita membutuhkan pertolongan dan anugerah Roh Kudus untuk dapat melakukan perintah yang paling utama ini.

Kategori Bahan PEPAK: Metode dan Cara Mengajar

Sumber
Judul Buku: 
Ajarlah Mereka Melakukan
Pengarang: 
Andar Ismail
Halaman: 
67 - 70
Penerbit: 
BPK Gunung Mulia
Kota: 
Jakarta
Tahun: 
1998