Hadiah untuk Anak


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Kategori Bahan PEPAK: Anak - Murid

Rentang waktu diskusi : 3 April 2001 - 10 April 2001

Diskusi Hadiah untuk Anak bermula dari sebuah pertanyaan sederhana:

Tepatkah pemberian hadiah untuk anak digunakan sebagai salah satu langkah untuk menarik minat anak datang ke Sekolah Minggu?
Yang dimaksud dengan HADIAH adalah: Segala sesuatu yang diberikan pada ASM untuk memotivasi mereka semakin rajin datang ke SM - jadi, jumlah kehadiran anak akan mempengaruhi kuantitas / kualitas hadiah yang akan diterimanya. ASM yang rajin datang ke SM tentunya akan mendapat hadiah yang lebih banyak / lebih baik dibanding teman- temannya yang kurang rajin.

Dalam perkembangannya, diskusi Hadiah untuk Anak selain menghasilkan berbagai cara / teknik pemberian hadiah, juga menimbulkan Pro dan Kontra mengenai perlu tidaknya hadiah diberikan sebagai upaya menarik anak datang ke Sekolah Minggu.

Hadiah dan Anak

Hadiah rupanya memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang anak. Apa pun dan bagaimana pun bentuknya, hadiah seringkali memang menjadi daya pikat tersendiri bagi anak. Oleh sebab itu, tidak sedikit Guru Sekolah Minggu yang menyediakan hadiah dalam berbagai kesempatan, misalnya:

  • Pemberian hadiah yang didasarkan pada jumlah kehadiran anak
  • Pemberian hadiah karena lomba dan sejenisnya
  • Pemberian hadiah karena prestasi pribadi anak, seperti: menghafal ayat hafalan, mengajak teman baru (meski perlu dipertanyakan apakah menghafal ayat dan mengajak teman baru boleh dikategorikan sebagai prestasi ... ataukah hal yang seharusnya dilakukan oleh anak)
  • Pemberian hadiah saat hari khusus, seperti Natal dan Paskah
  • Pemberian hadiah karena anak berulang tahun
Sistem Kupon: Pro dan Kontra

Salah satu teknik pemberian hadiah yang sempat menimbulkan Pro dan Kontra adalah: Sistem KUPON. Seorang anak yang berkelakukan seperti yang diharapkan Sekolah Minggu (misalnya: rajin hadir ke SM, dapat menghafal ayat, mengajak teman baru, dsb) akan memperoleh kupon sesuai dengan prestasinya tersebut, dan sebagai upahnya, anak dapat menukarkan kupon yang diperolehnya dengan berbagai jenis barang yang telah disediakan SM.

Sistem KUPON ini, bagi SM yang telah melaksanakannya, dinilai sebagai salah satu cara yang baik dan positif karena selain dapat menarik minat anak datang ke SM juga dinilai mengajarkan rasa tanggung jawab serta melatih kemampuan manajemen dan pengambilan keputusan dalam diri seorang anak.

Dalam kasus ini hadiah diberikan pada anak sebagai upah dari perbuatannya. Namun, ada pula pertimbangan lain dari sebagian GSM yang melihat adanya efek negatif bila hadiah diberikan pada anak sebagai upah atas perbuatan baiknya, termasuk di sini adalah penerapan sistem KUPON tersebut.

Beberapa alasan yang sempat dikemukakan antara lain:

  • Dikuatirkan anak termotivasi untuk berlaku baik karena ada hadiah yang ditawarkan. Padahal seharusnya anak harus diberi pengertian dengan benar mengapa mereka seharusnya melakukan hal tsb.
  • Pemberian hadiah sebagai upah dan penerapan sistem KUPON dinilai akan semakin mengangkat anak yang sudah baik. Bagaimana dengan mereka yang malas datang ke Sekolah Minggu, atau anak yang bermasalah, bukankah mereka justru harus diperhatikan dengan lebih baik lagi oleh GSM?
  • Secara tidak langsung akan terjadi pengkotakan ASM antara yang rajin dan yang malas
  • Adanya hadiah sebagai daya tarik, dikuatirkan menimbulkan kompetisi / persaingan antara ASM
  • GSM perlu mempertimbangkan faktor di luar anak (misal: ortu tidak Kristen, anak dari keluarga berantakan, dsb), dimana kondisinya secara pribadi memang tidak memungkinkan baginya untuk rajin hadir ke Sekolah Minggu, apalagi aktif berperan dalam berbagai aktivitas. Sistem penilaian berdasarkan prestasi justru akan semakin mematahkan niat dan kerinduannya untuk datang ke SM.
Dasar Pemberian Hadiah

Akhirnya, ada sebuah usulan untuk merenungkan kembali mengapa kita memberi hadiah pada anak. Dasar pemberian hadiah seharusnya adalah karena CINTA (kasih) pada anak, bukan karena perbuatan baik mereka. Sama seperti Yesus juga memberikan hadiah keselamatan berdasarkan anugerah dan bukan perbuatan baik kita.

Dalam konteks ini, hadiah tidak harus berwujud / berupa materi. Ada banyak hal yang bisa dikategorikan sebagai hadiah, misal: perhatian, meluangkan waktu bersama anak, main bersama / jalan-jalan, dsb.

Kasus: Sekolah Minggu I

TAPI, dalam realitanya, toh tidak sesederhana seperti yang didiskusikan. Permasalahan dan konteks situasi setempat seringkali memaksa kita untuk bertindak sesuai dengan tuntutan keadaan. Kasus perintisan Sekolah Minggu yang pertama oleh Robert raikes (1780) justru menunjukkan keberhasilan sistem hadiah (dan juga hukuman) pada anak-anak SM. Pada masa itu, Robert Raikes memang menghadapi permasalahan yang rumit, anak-anak SM yang dikumpulkannya berlatar belakang miskin / kumuh, dari keluarga yang tidak peduli, dengan angka kriminalitas tinggi. Sehingga untuk memotivasi mereka datang ke SM, UANG digunakan sebagai daya tarik, dan HADIAH diberikan supaya anak-anak tsb mau memberikan respons akan pengajaran Firman Tuhan, bahkan satu lagi, HUKUMAN pun akan dijatuhkan untuk mendisiplin anak- anak yang tidak tahu aturan tersebut.

Tidak ada yang menyangkal, bahwa Robert Raikes dipakai Tuhan untuk merintis Sekolah Minggu (seperti yang kita kenal sekarang), dan hasil pekerjaannya pada masa itu benar-benar mengagumkan dan menjadi berkat bagi puluhan ribu anak.

Dasar Tindakan Pemberian Hadiah

Ada yang berusaha menengahi Pro dan Kontra pemberian hadiah dengan memberikan sebuah pertanyaan: apa yang menjadi DASAR tindakan pemberikan hadiah tersebut? Jadi, mungkin bagi SM A pemberian hadiah tepat dilakukan sebagai daya tarik bagi anak, tapi bisa jadi bagi SM B sebetulnya tidak bijaksana bila mencoba menerapkan cara yang sama.

Pada akhirnya, yang dituntut dari seorang GSM bukanlah memberi atau tidak memberi hadiah, TAPI bagaimana seorang GSM dapat memberi perhatian dan cinta kasihnya pada ASM, memberi penghargaan pada diri anak asuhnya, meluangkan waktu-tenaga-dana untuk berusaha mewujudkan cinta kasih Kristus pada anak-anak tsb. Kreativitas juga merupakan unsur yang sangat penting, karena hadiah itu sendiri kurang berarti nilainya tanpa saat-saat yang menyenangkan yang dapat dirasakan anak saat mengikuti SM.

Menerima vs Memberi

Bila untuk HADIAH banyak SM melakukan investasi yang besar, dan untuk topik ini para GSM meluangkan banyak tenaga dan waktu untuk berdiskusi, sekarang sudah saatnya kita melangkah maju dengan mulai memikirkan cara BAGAIMANA MEMBERI pada orang lain. Bagaimana mengajarkan anak untuk tidak hanya suka menerima hadiah, tapi membangun kesadaran mereka untuk suka memberi.

"... sebab Ia (Tuhan Yesus) sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima" (Kis 20:35)
Moderator (Meilania).

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar